KRIMINOLOGI
Nama : HENDRI F. SIBARANI
1.
Kesesatan dalam bertingkah laku disebabkan
karena Anomie. Terangkan bagaimana pandangan Emile Durkheim dan pandangan
Robert K Merton dalam menyikapi perbedaan pengertian pandangan Anomie tersebut.
Jelaskan pula Tabel / bagan mengenai Model Adaptasi Individu
(IndividualAdaptation) dari Robert K Merton. Dan apa saja yang menjadi kritik
terhadap teori tersebut.
Jawab
:
-
Pandangan Emile Durkheim terhadap Anomie
ini adalah yang berarti suatu keadaan tanpa norma untuk menggambarkan keadaan
deregulation di dalam masyarakat. Keadaan deregulation ini diartikan sebagai
tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat dalam masyarakat dan orang tidak
tahu apa yang diharapkan dari orang lain, keadaan ini menyebabkan deviasi.
Sementara Robert K Merton dalam teorinya mencoba melihat keterkaitan antara
tahap-tahap tertentu dari struktur sosial dengan perilaku delinkuen, ia melihat
bahwa tahapan tertentu dari struktur sosial akan menumbuhkan suatu kondisi di
mana pelanggaran terhadap norma-norma kemasyarakatan merupakan wujud reaksi
normal dan juga Robert K Merton ini membagi menjadi 2 terhadap norma dan Emile
Durkheim tanpa norma.
-
Pada tabel adaption ada 5, Kelima
pengaturannya, yaitu :
1. Konformitas
(Conformity), yaitu suatu keadaan di mana warga masyarakat tetap menerima
tujuan dan sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat karena adanya tekanan
moral;
2. Inovasi
(Innovation), yaitu suatu keadaan di mana tujuan yang terdapat dalam masyarakat
diakui dan dipelihara tetapi mereka mengubah sarana-sarana yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya untuk mendapatkan/memiliki uang yang
banyak mereka harus menabung. Tetapi untuk mendapatkan banyak uang secara cepat
mereka merampok bank.
3. Ritualisme
(Ritualism) adalah suatu keadaan di mana warga masyarakat menolak tujuan yang
telah ditetapkan namun tetap memilih sarana-sarana yang telah ditentukan;
4. Penarikan
diri (Retreatism) merupakan keadaan di mana para warga menolak tujuan-tujuan
dan sarana-sarana yang telah tersedia dalam masyarakat;
5. Pemberontakan
(Rebellion) adalah suatu keadaan di mana tujuan dan sarana-sarana yang terdapat
dalam masyarakat ditolak dan berusaha untuk mengganti atau mengubah seluruhnya.
Ada
penerimaan dan penolakan juga ada penggantian tujuan atau cara baru bagi
adaption ini. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengadaptasian (yang gagal)
pada struktur sosial merupakan fokus dari teori Merton. “Problems of acces to legitimate
means of achieving the goals are the focus of Anomie theory”. dan dimana juga Teori
anomie diklasifikasikan sebagai teori positivis. Berbeda dengan teori
posistivis yang lain, yang mencari “penyakit” di dalam diri individu, teori
anomie mencari “penyakit” didalam struktur sosial, karena teori ini menjelaskan
adanya tekanan-tekanan pada masyarakat yang mendorong terjadinya deviance, maka
teori ini dikenal sebagai strain theory.
2.
Sebagian masyarakat kita beranggapan bahwa
Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat bagi orang belajar kejahatan, seperti
lahirnya para residivis. Kaji dan analisis masalah tersebut dengan teori
Differential Association dengan mengemukakan 9 proposisi sebagai kekuatan teori
tersebut. Siapa tokoh-tokoh teori ini dan apa nama teori yang dikemukakannya.
Jelaskan pula kelemahan dari teori DA.
Jawab
:
-
Penganalisisan atau pengkajian mengenai Sebagian
masyarakat kita beranggapan bahwa Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat bagi
orang belajar kejahatan adalah hal yang lumrah menurut perspektif DA, karena
ditekankan bahwa semua tingkahlaku yang baik atau jahat itu dipelajari menurut
southerland.
Karena setiap individu melakukan interaksi
sosial dilingkungan masyarakat, ini berkemungkinan tiap-tiap nya belajar atau
dengan tidak sengaja mempelajari tingkahlaku disekitarnya yang baik atau jahat,
dan peristiwa ini terbawa hingga kedalam Lembaga kemsyarakatan dikarenakan
faktor lingkungan nya. masyarakat beranggapan seperti ini juga pada umumnya
bisa dikatakan lumrah:
-bagian dari masyarakat itu sendiri,
-menjadikan faktor terjadinya kejahatan,
-tidak menutup kemungkinan menjadi bagian
dari tempat orang mempelajari kejahatan
-dll.
Dengan peristiwa ini juga dapat kita
simpulkan kalau pola perilaku jahat yang timbul di lingkungan Lembaga
Pemasyarakatan tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang
akrab. Ada 9 (Sembilan) proposisi teori Differential Association yang menjadikan
kekuatan terhadapnya :
1. Criminal
behaviour is learned. Negatively, this means that criminal behaviour is not
inherited (Perilaku kejahatan adalah perilaku yang dipelajari secara negatif
berarti perilaku itu tidak diwarisi);
2. Criminal
behaviour is learned in interaction with other persons in a process of communication.
This communication is verbal in many respects but includes also “the
communication of gesture” (Perilaku kejahatan dipelajari dalam interaksi dengan
orang lain dalam suatu proses komunikasi. Komunikasi tersebut terutama dapat
bersifat lisan ataupun menggunakan bahasa isyarat);
3. The
principle part of the learning of criminal behaviour occurs within intimate
personal groups. Negatively, this means that the interpersonal agencies of
communication, such as movies, and newspaper, plays a relatively unimportant
part in the genesis of criminal behaviour. (Bagian yang terpenting dalam proses
mempelajari perilaku kejahatan ini terjadi dalam kelompok personal yang intim.
Secara negatif ini berarti komunikasi yang bersifat tidak personal, secara
relatif tidak mempunyai peranan penting dalam hal terjadinya kejahatan).
4. When
criminal behaviour is learned, the learning includes (a) techniques of
committing the crime, wich are sometimes very complicated, sometimes very
simple. (b) the specific direction of motives, drives, rationalization and attitude.
(Apabila perilaku kejahatan dipelajari, maka yang dipelajari meliputi (a)
teknik melakukan kejahatan, (b) motif-motif tertentu, dorongan-dorongan,
alasan-alasan pembenar termasuk sikap-sikap.
5. The
specific direction of motives and drives is learned from definitions of the
legal codes as favorable on unfavorable. In some societies an individual is
surrounded by person who invariably define the legal codes as rules to be
observed, while in other he is surronded by person whose definitions are
favorable to the violation of the legal codes. (Arah dan motif dorongan itu
dipelajari melalui definisi-definisi dari peraturan hukum. Dalam suatu
masyarakat kadang seseorang dikelilingi oleh orang-orang yang secara bersamaan
melihat apa yang diatur dalam peraturan hukum sebagai sesuatu yang perlu
diperhatikan dan dipatuhi, namun kadang ia dikelilingi oleh orang-orang yang
melihat aturan hukum sebagai sesuatu yang memberi peluang dilakukannya
kejahatan).
6. A
person becomes delinquent because of an excess of definition favorable to
violation of law over definitions unfavorable to violation of law. (Seseorang
menjadi delinkuen karena ekses dari pola-pola pikir yang lebih melihat aturan
hukum sebagai pemberi peluang dilakukannya kejahatan daripada yang melihat
hukum sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dan dipatuhi).
7. Differential
Assosiation may vary in frequency, duration, priority, and intensity. (Diferensial
Asosiasion bervariasi dalam hal frekuensi, jangka waktu, prioritas serta intensitasnya).
8. The
process of learning criminal behaviour by association with criminal and anti-
criminal patters involves all af the mechanism that are involved in any other
learning (Proses mempelajari perilaku kejahatan yang diperoleh melalui hubungan
dengan pola-pola kejahatan dan anti kejahatan yang menyangkut seluruh mekanisme
yang lazimnya terjadi dalam setiap proses belajar pada umumnya).
9. While
criminal is an expression of general needs and values, it is not explained by
those general needs and values sice non-criminal behaviour is an expression of
the same needs and values. (Sementara perilaku kejahatan merupakan pernyataan
kebutuhan dan nilai umum, akan tetapi hal tersebut tidak dijelaskan oleh
kebutuhan dan nilai-nilai umum itu, sebab perilaku yang bukan kejahatan juga
merupakan pernyataan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama).
-
Dan 9 proporsi Southerland ini terhadap
teorinya adalah sebagai teori yang dapat menjelasakan sebab-sebab terjadinya
kejahatan. Ada beberapa tokoh dalam teori DA ini ialah :
a. Edwin
H. Sutherland, seorang ahli sosiologi Amerika, pada tahun 1934 yang terkenal
dalam bukunya “Principles of Criminology”.
b. W.I.
Thomas. Dari aliran Chicago dan Thorsten Sellin dengan culture conflict.
c. Aliran
“symbolic interactionism” dari George Mead, Park, dan Burgess, dan aliran
ekologi yang dikembangkan oleh Shaw & McKay.
-
Kelemahan sebab-sebab kejahatan, baik
kejahatan konvensional maupun kejahatan White Collar. Kelemahan teori Asosiasi
Diferensial ini adalah bahwa
(1) tidak
setiap orang yang berhubungan dengan kejahatan akan meniru pola-pola kriminal;
(2) Tidak
peduli pada karakter orang-orang yang terlibat dalam proses belajar tersebut;
(3) Tidak
menjelaskan mengapa seseorang lebih suka melanggar.
Teori
Differential Asosiation tidaklah dapat diterapkan untuk semua jenis kejahatan
dan teori ini disadari memiliki kelemahan dalam operasionalnya, sehingga teori
ini agak sulit untuk diterapkan atau diteliti, karena hanya berteori saja.
Kesulitan tersebut karena harus menentukan bagaimana instensitasnya, bagaimana
durasinya, bagaimana frekuensinya, dan prioritas apa yang akan dilakukan
terlebih dahulu.
3.
Joki Narapidana, itu sebutan yang pas buat
Karni yang menggantikan Kartiyem sebagai narapidana penggelapan pupuk di
Bojonegoro, Jatim yang dijatuhi pidana 7 bulan oleh Mahkamah Agung RI. Sempat
mendekam beberapa bulan di LP Bojonegoro, Karni (Kartiyem palsu) diketahui oleh
tetangganya sendiri berada di LP tersebut, akhirnya mengaku dibayar Rp. 10juta
sebagai biaya konpensasi utangnya Rp. 7 juta. Kaji dan analisis keterlibatan
semua pihak dengan teori-teori kriminologi.
Jawab
:
Pertama
: Karni sebagai tersangka menggantikan Kartiyem sebagai narapidana
(menggelapkan pupuk didaerah Bojonegoro, Jakarta Timur) dijatuhkan pidana 7
bulan oleh MA RI.
Kedua
: Karni (kartiyem) diketahui oleh tetangganya ada di LP (mengaku dibayar Rp 10
juta sebagai kompensasi utangnya Rp 7 juta.
Keterangan
: akibat dari peristiwa ini, Karni adalah narapidana penyebab penggelapan pupuk
di Bojonegoro, karni harus dijatuhkan pidana karena perbuatannya yang melanggar
hukum dengan pidana 7 bulan oleh MA RI. Karni sebenarnya tidak ada di LP dan
digantikan dengan karni yang palsu dari pengakuan tetangganya yang dibayar Rp
10 juta untuk kompensasi dari utangnya yang sebesar Rp 7 juta. Biasanya
narapidana seperti ini mendapat kajian dan pengawasan lebih lanjut dari tim LBH
yang dimana harus mengawasi secara berkala dirinya di LP atas peristiwa yang
dilakukan, menyelidiki orang-orang yang berdekat atau berhubungan atau juga
berkontak dengan si Karni ini, agar tidak terjadinya Karni yang palsu yang
mendekam di LP. Ini bagian penjelasan bagaimana pelajaran teori kriminologi
menurut fungsi dan tujuannya.
4.
White Collar-Crime sering dikaitkan dengan
kejahatan korupsi yang cukup halus dan dipandang priyayi. Jelaskan siapa tokoh
dibalik WCC tersebut dan bagaimana ciri-ciri kejahatan itu, serta upaya apa
yang dilakukan untuk menanggulanginya.
Jawab
:
-
‘White Collar Crime’ (WCC) merupakan salah
satu tipologi kejahatan. Ciri khas kejahatan tipe ini adalah penggunaan
jabatan. Konsep klasik dari ‘White Collar Crime’ selalu tertuju pada
pemerintahan. Contoh tokoh dibalik ini biasanya Kasus-kasus korupsi yang pernah
terjadi di Indonesia, antara lain: kasus BLBI yang merugikan negara triliunan
rupiah, korupsi berjamaah anggota DPR (legislatif) dan eksekutif, juga yang
berhubungan dengan korporasi misalnya lingkungan, perlindungan konsumen dan
illegal logging. ‘White Collar Crime’ dilakukan oleh kalangan pejabat elit yang
menjadi sosok public figure. Public figure dianggap sebagai panutan masyarakat,
sehingga ketika melakukan kejahatan yang halus di mata masyarakat awam bukan
merupakan kejahatan.
-
Ciri-cirinya ‘White Collar Crime’
mempunyai pengertian kejahatan kerah putih. Kerah putih merupakan simbol dari jabatan.
Pada kemunculannya, kejahatan kerah putih dilakukan oleh orang yang mempunyai
jabatan, berpakaian rapi (dengan jas dan kerah putih), sehingga “kerah putih”
disimbolkan sebagai jabatan yang melekat oleh orang tersebut. - Penjahat Kelas
Atas - Orang yang memperoleh kemakmur -
-
Kasus-kasus kejahatan dengan jabatan ini
perlu upaya yang sangat tegas, keras dan holistik. Bukan hanya peran aktif
pemerintah, tapi juga masyarakat dan juga penegak hukum. Korporasi bukanlah
seperti perseorangan yang akan terlihat langsung jika melakukan kejahatan, dengan
penanaman moral yang baik dan sosialisasi yang berorientasi pada fakta,
sehingga jelas bagaimana perilaku korupsi itu ada dan nyata, bukan lagi sebuah
dunia abu-abu. Perbuatan ‘White Collar Crime’ yang sangat halus membuat
kebenaran dan kesalahan menjadi kabur.
5.
Timbulnya kejahatan di masyarakat tidak
dapat dilepaskan dari peran sikorban. Apakah setiap kejahatan menimbulkan
korban, ataukah peranan korban yang dianggap menimbulkan kejahatan yang
terjadi. Jelaskan pula dengan memperhatikan tipe-tipe korban kejahatan.
Jawab
:
Setiap
kejahatan ada yang menimbulkan korban dan tidak, seperti dia yang hanya
menimbulkan kerugian materi saja. Ini biasanya terjadi pada tingkat kejahatan
ringan atau tergantung peristiwa apa yang terjadi. Dan biasanya orang yang
tidak punya ksalahan bisa menjadi korban, ini kesalahan ada pada pelaku, ada
yang lainnya seperti korban secara sadar atau tidak telah melakukan sesuatu
yang merangsang orang lain untuk leakukan kejahatan. Tipe-tipe korban biasanya
itu (korban berupa individu bukan kelompok), (korban kelompok, misalnya badan
hukum), (korban masyarakat luas atau disebut Tertiary Victimization), dan
(korban yang tidak dapat diketahui, misalnya konsumen yang tertipu dalam menggunakan
produksi).
6.
Bagaimana wujud perlindungan hukum bagi
korban kejahatan sesuai dengan UU No. 13/2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban kaitkan dengan Peraturan Pemerintah dari UU tersebut. Jelaskan dan
lengkapilah rumus tersebut dengan memberikan contoh.
Jawab :
sesuai ketentuan Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9,
dan Pasal 10 UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (“UU 13/2006”). Sesuai ketentuan
Pasal 1 angka 3 UU 13/2006, LPSK adalah lembaga yang bertugas dan berwenang
untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau Korban. Bentuk-bentuk
perlindungan yang diberikan LPSK kepada saksi dan korban dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1. Perlindungan
fisik dan psikis: Pengamanan dan pengawalan,penempatan di rumah aman,
mendapat identitas baru, bantuan medis dan pemberian kesaksian tanpa hadir
langsung di pengadilan, bantuan rehabilitasi psiko-sosial.
2. Perlindungan
hukum: Keringanan hukuman, dan saksi dan korban serta pelapor tidak
dapat dituntut secara hukum (Pasal 10 UU 13/2006).
3. Pemenuhan
hak prosedural saksi: Pendampingan, mendapat penerjemah, mendapat informasi mengenai
perkembangan kasus, penggantian biaya transportasi, mendapat nasihat hukum,
bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan dan lain
sebagainya sesuai ketentuan Pasal 5 UU 13/2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar